Oleh : Sirajuddin, Pustakawan IAIN Parepare
OPINI -- Beberapa hari ini pasca berita nasional pandemi SARS-CoV-2 (yang menyebabkan penyakit bernama Coronavirus Disease 2019 yang dikenal dengan COVID-19) sudah membunuh 5 orang Indonesia meskipun ada 9 orang yang sembuh dari Covid 19 ini, namun fakta lain bahwa Indonesia dengan 5,20 % meninggal menempatkan Indonesia berada di puncak kedua setelah Italia dengan persentasi kematian 7,169 % (Sumber Analis John Hopkins University & Medicine, Senin 16 Maret 2020).
Coronavirus Disease 2019 adalah nama panjang dari Covid-19 yang menurut para ahli di John Hopkins bahwa sekarang ada 81.191 kasus di seluruh dunia dan 2.768 kematian, ini membawa beberapa fakta yang mengisi ruang kegelisahan kita yang kemundian tiba-tiba membuat kita jadi literat, proaktif, kreatif dan dan cenderung sabar.
Fakta pertama, epidemi yang menyebar dan sekarang menjadi pandemi global ini membawa kita untuk disiplin menjaga diri dan kesehatan, mencuci tangan, membersihkan badan dan lingkungan yang sebelumnya jauh dari perhatian kita.
Kedua, pandemi global ini mengajarkan kita saling tetap menjaga silaturrahim, menjaga pertemanan dan ikatan kekeluargaan meskipun tanpa, berpagut, bersentuhan, cipika cipiki (cium pipi) dan bahkan kita diajari menjaga jarak dengan orang lain (social distancing) yang diimbau WHO, ini seolah olah membawa kehidupan kita dalam budaya yang apik.
Ketiga, pandemi global ini mengantar kita menjadi banyak tahu (literarate) dengan banyak membaca berita dan menambah wawasan bagaimana cara terbaik terhindar Covid-19 yang mematikan ini, kita akan mensearching dan menshare di media sosial segala hal yang berhubungan dengan pandemi global ini.
Keempat, mengisi libur 14 hari yang direkomendasikan oleh pemerintah pusat dan daerah adalah langkah ringan mengikuti lockdown yang sudah diterapkan oleh beberapa negara, seketika kita menjadi insan yang harus melek tehknologi (high tech) dengan banyak mencari cara untuk tetap bekerja dari rumah dengan menggunakan media teknologi (teleworking), seperti mengajar dan urusan kantor.
Kelima, seketika kita terkena panyakit homesickness menganggap rumah lah tempat terbaik yang sebelumnya hal ini tidak pernah sama sekali dalam benak kita, quality time atau me time istilah kalangan milenial yang terbaik saat ini adalah di rumah.
Keenam, meningkatnya pemahaman agama terutama di tengah pandemi global ini kita faham adanya kelonggaran untuk tidak ke masjid yang didasari oleh kebiasaan Rasulullah dan para sahabat ketika menghadapi kondisi sulit untuk berjamaah di masjid, yang menarik di beberapa Negara Islam di Timur Tengah mengubah bunyi seruan azan untuk sholat di rumah masing-masing yang disesuaikan dengan ragam bahasa mereka.
Zaman ini akan menjadi catatan sejarah dan kita tidak tahu kapan epidemi ini terhenti dan pandemi global itu hilang beserta penyakit Covid-19 ini berakhir, namun kepedulian dan kesabaran akan membawa kita mampu melewati masa-masa sulit melawan pandemi Coronavirus Disease 2019 ini. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar