Oleh: M. Yasin Soumena (Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam)
OPINI --- Sungguh terharu dan gembira pasti Anda rasakan saat mendapat gelar “pemimpin”. Tapi jangan Anda lupa bahwa gelar itu diperoleh dengan sebuah perjanjian demi Allah dan disaksikan banyak orang. Bukan itu saja, Al Quran yang berada di atas kepala pun turut menjadi saksi dan siap “menegur” Anda jika mengingkari sumpah yang diikrarkan itu.
Kini, Anda resmi disebut pejabat, atau paling-tidak sudah punya kedudukan yang Anda mimpikan selama ini. Tapi, berhati-hatilah dengan sumpah, DEMI ALLAH. Jangan Anda mengira bahwa baju jas atau kerudung cantik yang Anda pakai pada saat bersumpah itu sesuatu yang sepele, sedang jas dan kerudung itu acapkali menjadi kusut atau robek bila dipakai secara terus menerus.
Apakah Anda mengira bahwa, sumpah itu akan Anda alami secara terus menerus, sedang suatu saat Anda akan duduk seperti tamu-tamu yang hadir menyaksikan Anda. Semua akan lepas dan musnah sesuai seleksi alam.
Karenanya, laksanakan tugas mulai itu untuk menata dan membina diri Anda. Kemudian menata dan membina orang lain. Betapa tersiksa perasaan seseorang manakala Anda duduk di kursi “empuk”, mengendarai mobil dinas serba baru, sementara rakyat, bawahan atau karyawan yang ada di sekitar Anda, mengeluh tidak bisa duduk dan tidak bisa mendapat fasilitas mobil, karena “sakit” yang dideritanya.
Menurut Quraish Shihab, agama mengingatkan bahwa jabatan/kepemimpinan bukan keistimewaan tapi tanggung jawab; ia bukan fasilitas tapi pengorbanan; ia bukan leha-leha tapi kerja keras; ia juga bukan kesewenangan bertindak tapi kewenangan melayani; ia adalah pelopor keteladanan berbuat.
Jabatan pun bukan sarana pembalasan dendam, tapi sebagai pengayom, menghimpun semua komunitas. Pesan Alquran, “Janganlah kebencianmu kepada satu kaum menjadikanmu tidak berlaku adil (terhadap mereka)”. Bahkan berusaha untuk menzalimi mereka.
Jangan contohi tindakan sejumlah khalifah Bani Abbas. Ketika berkuasa, ia tidak mungkin membunuh musuh-musuhnya dari kalangan Bani Umayyah yang lebih dahulu meninggal. Akhirnya, yang dilakukan adalah membongkar kuburan-kuburan mereka. Jasad yang sudah menjadi tulang belulang pun dicambuk, dipaku di tiang salib, dan dibakar. Ini benar-benar pembalasan dendam yang kelewat batas, yang sebenarnya akan memupuskan semua kesenangan dan mencemarkan keindahan dan ketetapan jiwa.
Di negeri terhormat ini pun, jabatan digunakan sebagai sarana balas dendam. Ketika Soeharto lengser misalnya, semua kroni-kroninya diminta juga untuk lengser; terjadi aksi pematokan lahan-lahan yang diduga milik keluarga Soeharto. Demikian pula terjadi pemutasian orang-orang yang bukan koleganya. Tetapi terakhir ini banyak dipraktikkan di berbagai instansi, dari pusat sampai daerah, termasuk di dunia perguruan tinggi.
Pesan ‘Aidh al-Qarni, bahaya selalu mengancam orang yang selalu ingin membalas dendam, sangat besar. Dia telah kehilangan kendali terhadap syarafnya, telah kehilangan ketenangannya, dan telah kehilangan rasa kedamaiannya. Bentuk kezaliman yang Anda lakukan sangat besar dampaknya terhadap orang yang dizalimi, dan bahkan terhadap diri Anda sendiri. Ia merupakan sumber segala kejahatan dan pangkal segala keburukan.
Hati-hati terhadap orang yang Anda zalimi, karena doa mereka tidak ada pembatas/hijab antar mereka dengan Allah SWT, dan ketulusan sebuah doa muncul tatkala rasa sakit mendera. Cobalah amati di seputar Anda, ada orang sebelum ajal menjemput tidak bisa berjalan, hanya merangkak sambil memakan kotorannya; ada orang tidak bisa makan dan meraung seperti harimau; ada yang lumpuh separuh badannya jika dihinggapi lalat terasa seperti digergaji; ada juga stroke berbulan-bulan bahkan tahunan; dan berbagai bentuk keanehan penyakit lainnya yang tidak diketahui penyebabnya oleh sang dokter. Inilah yang disebut dengan seleksi alam.
Karenanya, tanamkanlah dalam diri Anda untuk selalu membuat orang lain meneteskan air mata, bahkan menangis karena bentuk kemanusiaanmu. Tapi janganlah Anda membuat orang lain meneteskan air mata, bahkan menangis karena bentuk kezalimanmu. Jika itu yang Anda lakukan, maka tunggulah SELEKSI ALAM. Seleksi alam itu lebih keras daripada seleksi manusia.
Jabatan yang Anda sandang pasti berakhir, dan berusaha akhiri amanah itu dalam keadaan husnul khotimah, jangan sebaliknya. Kata Rasul, “Jabatan adalah amanah dan ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan di hari kemudian, kecuali yang menerimanya dengan hak serta menunaikannya dengan baik.” Penghianatan terhadap sumpah jabatan akan menyulut api kebencian dan amarah dari pemberi amanah, juga akan merusak tatanan nilai dalam lingkungan di mana amanah itu dijalankan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar